Menariknya, dari ratusan jumlah napi,
terdapat lima napi yang menerima remisi khusus II. Yaitu remisi
pengurangan masa hukuman dan langsung mendapatkan kebebasan pada hari
sama.
’’Setiap perayaan hari keagamaan,
Kementerian Hukum dan HAM memberikan remisi bagi narapidana. Pada
perayaan Nyepi tahun ini remisi khusus diberikan pada 333 narapidana,’’
ujar Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham Sihabuddin dalam
keterangan resminya yang diterima INDOPOS, Jakarta, (23/3).
Dia mengakui remisi khusus dalam rangka
perayaan Nyepi ini tentu lebih banyak dinikmati napi asal Bali. Bahkan
jumlah napi yang menikmati remisi itu berada di wilayah Bali. Jumlahnya
mencapai 253 napi di LP-LP Bali. Kendati begitu, sambung dia, ada pula
penerima remisi dari wilayah lain. Seperti Kalimantan Tengah, Nusa
Tenggara Barat, dan Sumatera Utara. Masing-masing tercatat 32 napi di
Kalimantan Tengah, 15 napi NTB, dan 8 napi Sumatera Utara.
’Paling banyak itu di Bali, di Lapas
Karang Asem,’’ ungkap mantan Kakanwil Kemenkumham DKI Jakarta tersebut.
Sihabuddin menambahkan, remisi khusus ini memiliki aturannya. Artinya
tidak semua napi mendapatkan remisi. Kebijakan Kemenkumham remisi hanya
diberikan pada napi kasus tindak pidana umum. Tidak pada kasus lain
seprti terorisme dan korupsi.
Dia menegaskan remisi pada dua
terpidana, terorisme dan korupsi memang tak mendapatkan celah.
Kemenkumham memberikan pengetatan remisi bagi dua kategori napi. Jadi
sangat jelas napi mana saja yang mendapatkan remisi khusus ini. Untuk
diketahui, pemerintah memberikan remisi khusus kepada napi itu
berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 174 Tahun 1999 tentang Remisi dan
Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Sesuai aturan tersebut, remisi khusus
hari raya Nyepi ini diberikan kepada napi beragama Hindu yang sudah
menjalani masa pidana lebih dari 6 bulan. Napi juga harus memenuhi
persyaratan berkelakuan baik dan tidak pernah tercatat di buku register
buku register F atau buku catatan pelanggaran disiplin. Sedangkan kepada
napi yang melakukan tindak pidana khusus, remisinya diberikan
Kemenkumham setelah mendapat pertimbangan dari Dirjenpas.
Tindak pidana khusus meliputi terorisme,
narkotika dan psikotropika, korupsi, dan kejahatan HAM berat. Pengamat
politik UIN Syarif Hidayatullah, DR. A Bakir Ihsan melihat pengetatan
remisi sangatlah relevan dengan spirit melawan korupsi. Pengetatan itu
diharapkan mampu menjadi hukuman bagi para koruptor. Tetapi, dia
berharap pengetatan remisi koruptor itu tak bertendensi politik.
Penegakan hukum harus lebih didasari
keadilan hukum. Tidak terseret pada intervensi politik. Agar tujuan
pengetatan remisi menjadi tepat sasaran. ’’Kebetulan koruptor itu
kebanyakan politisi. Nah, pengetatan remisi itu tak boleh diembel-embeli
intervensi politik. Pengetatan harus murni penegakan hukum,’’ ungkap
dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah ini. (rko)http://www.indopos.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar